Akhirnya.
Mudik telah berakhir.
Kami kembali ke Jakarta dengan semangat baru, tanggung jawab baru. Membawa segudang cerita. Tentang Cunda, Dunda, Bunda, dan semua yang udah berlalu.
Salah satunya adalah cerita tentang Meta, temen dekat Bunda sejak SMP. Meta baru aja kehilangan anak semata wayangnya sekitar 40 hari lalu dimana bulan September akhir nanti genap berusia 3 tahun, yang hadir diusia kedua perkawinan mereka. Alief namanya. Lagi lucu2nya, lagi pinter2nya.
Sama seperti Cunda, tahun ajaran baru ini dia mau masuk sekolah. Alief meninggal akibat penyakit LUPUS yang menyerang sumsum tulang belakang yang katanya berfungsi memproduksi darah. HBnya sempat mencapai angka 3 dari range normal 12. Awalnya hanya panas tinggi mencapai 40 derajat celcius yang datang dan hilang secara tiba-tiba. Kemudian diikuti dengan makin memutihnya kulit Alief karena pucat kekurangan sel darah merah.
Sedih? tentu saja sedih. Sebagai seorang ibu terlebih memiliki anak seusia Alief, tak terbayang bila hal yang sama terjadi pada anak2ku. Akhirnya dalam suatu pertemuan, dengan mata berkaca-kaca sambil menerawang jauh, Meta bercerita padaku kalau sampai saat itu dia masih serasa melayang. Ingin protes, tapi sebagai makhluk Allah yang memiliki iman, tiada jalan lain selain pasrah. Pasti ada hikmah dibalik semua.
Dia bercerita, sebulan sebelum Alief berpulang, sempat marah kepada Alief yang tidak mau makan, tidak mau minum sementara badan sudah semakin melemah. Kondisi fisik yang lelah, jiwa yang lemah melihat penderitaan buah hati, menyebabkan emosi tinggi sulit teratasi. Bentakan terjadi. Dan sampai sekarang, terlihat penyesalan yang mendalam. Ibarat gading yang telah retak. Sulit mengembalikannya seperti kondisi semula. Dengan penuh perasaan, sahabatku berpesan: Jangan emosi menghadapi anakmu. Kamu tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada anak2mu. Jangan sampai ada penyesalan.
Mudik telah berakhir.
Kami kembali ke Jakarta dengan semangat baru, tanggung jawab baru. Membawa segudang cerita. Tentang Cunda, Dunda, Bunda, dan semua yang udah berlalu.
Salah satunya adalah cerita tentang Meta, temen dekat Bunda sejak SMP. Meta baru aja kehilangan anak semata wayangnya sekitar 40 hari lalu dimana bulan September akhir nanti genap berusia 3 tahun, yang hadir diusia kedua perkawinan mereka. Alief namanya. Lagi lucu2nya, lagi pinter2nya.
Sama seperti Cunda, tahun ajaran baru ini dia mau masuk sekolah. Alief meninggal akibat penyakit LUPUS yang menyerang sumsum tulang belakang yang katanya berfungsi memproduksi darah. HBnya sempat mencapai angka 3 dari range normal 12. Awalnya hanya panas tinggi mencapai 40 derajat celcius yang datang dan hilang secara tiba-tiba. Kemudian diikuti dengan makin memutihnya kulit Alief karena pucat kekurangan sel darah merah.
Sedih? tentu saja sedih. Sebagai seorang ibu terlebih memiliki anak seusia Alief, tak terbayang bila hal yang sama terjadi pada anak2ku. Akhirnya dalam suatu pertemuan, dengan mata berkaca-kaca sambil menerawang jauh, Meta bercerita padaku kalau sampai saat itu dia masih serasa melayang. Ingin protes, tapi sebagai makhluk Allah yang memiliki iman, tiada jalan lain selain pasrah. Pasti ada hikmah dibalik semua.
Dia bercerita, sebulan sebelum Alief berpulang, sempat marah kepada Alief yang tidak mau makan, tidak mau minum sementara badan sudah semakin melemah. Kondisi fisik yang lelah, jiwa yang lemah melihat penderitaan buah hati, menyebabkan emosi tinggi sulit teratasi. Bentakan terjadi. Dan sampai sekarang, terlihat penyesalan yang mendalam. Ibarat gading yang telah retak. Sulit mengembalikannya seperti kondisi semula. Dengan penuh perasaan, sahabatku berpesan: Jangan emosi menghadapi anakmu. Kamu tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada anak2mu. Jangan sampai ada penyesalan.
Duh, im not a super woman.
Emosi tetap menjadi bagian dalam diriku.
Semoga menjadi sebuah pelajaran berharga untukku.
Untuk kita semua...
Emosi tetap menjadi bagian dalam diriku.
Semoga menjadi sebuah pelajaran berharga untukku.
Untuk kita semua...